Sengketa Pemilu, Analis Intelijen Sebut Polri Terbuka Sepanjang Sesuai Peraturan
Pengamat intelijen Ngasiman Djoyonegoro mengatakan Polri harus tetap di jalur profesionalitas dan netralitasnya pada Pemilu 2024 sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
“Pada 2016 lalu, MK sudah menetapkan bahwa personel Polri yang dihadirkan dalam sidang sengketa harus mendapat izin dari atasan dan itu juga tertuang dalam Peraturan MK,” kata Ngasiman dalam keterangannya, Senin (1/4).
Hal ini terkait pernyataan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud yang menegaskan akan menghadirkan kapolda untuk menjadi saksi sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pria yang karib disapa Simon ini menilai setiap personel Polri bertindak atas nama institusi, termasuk tugas-tugas pengamanan Pemilu 2024. Oleh karena itu, diperlukannya izin atasan telah sesuai dengan konstruksi kelembagaan. “Bila tidak ada izin, lalu setiap personel dapat bersaksi di MK, maka kemungkinan besar akan terjadi kekacauan di tubuh Polri itu sendiri.”
Menurut dia, pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang meminta pembuktian terhadap kapolda yang diminta bersaksi sudah cukup tepat untuk menunjukkan bahwa komitmen Korps Bhayangkara terhadap profesionalitas dan netralitas.
“Polri cukup terbuka sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ini sikap yang proporsional. Jangan sampai Polri dibawa-bawa, apalagi didiskreditkan dalam sengketa Pemilu 2024 ini,” katanya.
Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal, ini menambahkan secara umum pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dalam koridor hukum yang berlaku. Demikian halnya dengan peran Polri sebagai penjaga keadaan agar tetap aman dan kondusif. “Saya kira jika ada pelanggaran netralitas dan profesionalitas dalam Pemilu 2024 oleh oknum Polri, tentu sudah ditindak dengan mekanisme Kode Etik Polri,” ujarnya.
Simon berharap proses sengketa Pemilu 2024 dapat dilaksanakan secara tertib sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, tidak menimbulkan gejolak yang dapat mengganggu kehidupan bernegara, dan saling legawa dengan apapun yang diputuskan oleh MK nanti. “Ini saatnya para aktor politik menunjukkan kenegarawanannya, bahwa segala sesuatunya ditempuh dalam koridor hukum. Bukan hanya kepentingan politik,” tandasnya. [WX]